Rabu, 16 November 2016

Lukisan Pagi

Mentari menyapa dengan raut malu-malu
Mengikis butiran embun menyapa rerumputan
Membawa aroma pagi 
dengan dingin yang menyegarkan 

Perlahan mentari tak lagi malu menampakkan sinarnya
Gelap kini berganti terang, dan......
Dari kejauhan gunung itu merubah warna
Bagai lukisan di atas kanvas dengan torehan warna hijau terhampar luas

Aroma daun yg masih basah,,
Tetesan embun yg masih meninggalkan jejak
Dan siulan burung yang masih dengan riangnya menyambut pagi
Mengiri langkah di balik tiap perjuangan

Selamat tinggal untuk Hati yang kau titipkan


Kembali membuka lembaran diary
Sebuah nama terukir dengan begitu jelas “Dia”
Begitu aku menyebutnya…

Pertemanan yang dimulai dari cerita yang sama, 
Luka yang sama  dan Kesepian yang sama
Dia datang dengan cerita dari masa lalu
Membagi tiap cerita yang jadi sebuah dongeng  yang tak memiliki akhir

“Dia” memberikan harapan itu tanpa ku minta
Memberikan arti yang lebih dari biasa, Begitu jelas, dan...
begitu terbuka untuk menyembunyikan maksud yang tak terucap
Dan dia telah mengisi hati yang merindukan sebuah sandaran.

Entah kapan dia menjadi bagian yang ku rindukan...

Hingga hari itu datang
“Dia “ kembali menyapa namun bukan lewat senyuman
Tapi lewat luka yang dia simpan.
 Dan tak ada lagi tawa untuk di bagi
 
“sebuah janji terucap” janji yang ia minta,
Dan janji yang ia lupaka,

hingga nanti kisah ini tak akan memiliki ujung
 Tak bisa lagi merindukanmu
Hingga hanya bisa berucap
“selamat tinggal untuk hati yang kau titipkan “